PERJUANGAN DAN PENGABDIAN
KOLONEL INF. ALEX EVERT KAWILARANG


I. Awal Perjuangan
Bergabung dengan TKR untuk memenuhi panggilan hati mengabdi bagi negeri tercinta Indonesia sehingga sewaktu Letjen Urip Sumohardjo ditunjuk Presiden RI Sukarno untuk membentuk TKR, AE Kawilarang diberi jabatan Wakil Seksi II Komandemen Jawa Barat dengan tugas menyelesaikan masalah Internasional POPDA = (Panitia Oerusan Pengangkutan Djepang dan APWI ( Allied Prisonerss of War and Internees ). Operasi POPDA terjadi setelah pihak Sekutu terhenti gerak majunya dalam pertempuran Surabaya 10 Nopember 1945 dan mulai tanggal 30 November 1945 terpaksa menyerahkan tugas Internasional kepada TKR.

Tugas POPDA saat itu antara lain :
- Mengangkut sedadu-serdadu Jepang dan Interniran dari tempat pedalaman. Saat itu tercatat 35000 tentara jepang dan 40.000 interniran kebanyakan ibu dan anak kebangsaan belanda.
- Mengawal dan membawa makanan ke Bandung untuk APWI.

Pada tanggal 31 Januari 1946, AE Kawilarang diangkat sebagai Kepala Staf Resimen Bogor Divisi II TKR. Yang berhadapan dengan Brigade Mac. Donald yang kemudian kota Bogor sudah dikuasai oleh sekutu sehingga Resimen TKR Bogor berada diluar kota Bogor. Sekutu di kota Bogor tidak dapat tenang karena selalu mendapat hadangan dan perlawanan dari TKR.

Pada bulan Juli 1946 Brigadir Wilson Haffenden mengundang Komandan Resimen TKR Letkol. Alex Kawilarang, di Istana Bogor sudah berkumpul Kol. Thomson Komandan Brigade I / Divisi 7 Desember KL beserta Staf dalam pertemuan tersebut Letkol. Alex Kawilarang diberi sebuah Peta tentang wilayah Bogor yang sudah diduduki oleh sekutu yang akan digunakan sebagai wilayah Belanda. Peta tersebut ditolak karena tidak sesuai dengan kenyataan sehingga tidak disetujui oleh Alex Kawilarang.

Pada Agustus 1945 diangkat sebagai Komandan Brigade II yang membawahi wilayah Bogor, Sukabumi , Cianjur. Sewaktu bertugas di Cianjur bersama Rakyat disamping bertempur melawan sekutu juga membangun jalan sepanjang 18 Km daerah Cianjur selatan lewat Bintang, sampai saat ini terkenal dengan nama jalan Kawilarang.

Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melakukan Agresi Militer I. dengan kekuatan militer Belanda kurang lebih 100.000 serdadu dan peralatan serba modern. Dengan kekuatan ini Belanda mulai memperluas wilayah kekuasaannya. TKR Brigade II melakukan taktik memperlambat kemajuan lawan dengan cara merintangi jalan dengan barikade. Lubang penangkap musuh , merobohkan jembatan dan menempatkan beberapa orang penembak jitu.
Pada agresi militer I kekuatan serdadu belanda diarahkan wilayah jawa barat khususnya wilayah yang menjadi tanggung jawab Brigade II Suryakencana. Walau tiap fornt dipukul mundur tetapi moril pasukan TKR tetap tinggi. Pasukan Alex Kawilarang bergerilya dari kampung ke kampung membentuk kantong-kantong gerilya bersama rakyat. Letkol. Alex Kawilarang berteman baik dengan Kyai Haji Damanhuri Pemimpin barisan Sabilillah dan Kyai Haji Sanusi pemimpin Laskar Hisbullah wilayah Bogor, Cianjur, Sukabumi sehingga pada saat gerilya barisan sabilillah dan laskar hisbullah selalu membantu TNI.

II. Penugasan di Wilayah TT I / Sumatera Utara


Letkol. Alex Kawilarang bergerilya antara Balige dan Porsea menghadang Pasukan Belanda

Pada saat pasukan siliwangi harus hijrah ke wilayah Republik Letkol. AE Kawilarang diberi tugas sebagai pemimpin pasukan yang naik kapal Plancius. Dari Cirebon mendarat di rembang terus ke Yogyakarta. Pada bulan Mei 1948, Wakil Presiden Muhammad Hatta memerintahkan TKR agar menunjuk Komandan di Tapanuli dan Sumatera Timur yang tidak berasal dari Jawa dan Sumatera untuk melakukan pembersihan karena pejuang disana saling serobot, lucut melucuti, tidak disiplin dan banyak korupsi, akhirnya dipilih Letkol. AE Kawilarang. Sesampai di Bukit Tinggi 3 Bulan tidak diberi tugas, karena saat itu komando sumatera tidak percaya dengan orang baru dari Yogya. Sampai pada saat terjadi “Perang Saudara” antara eks Laskar dengan TNI sebagai akibat provokasi untuk saling menunjukkan kekuasaan. Perang saudara tersebut berakhir setelah ide Alex Kawilarang dilaksanakan dengan cara Komandan Brigade Brigade ditunjuk sebagai Komandan Sektor yang bertanggungjawab keamanan wilayah. Sejak saat itu Tapanuli dan Sumatera Timur aman dan damai tidak ada lagi perang saudara.

Pada tanggal 19 Desember 1948, gedung-gedung sekutu lapangan terbang telah ditembaki oleh pesawat-pesawat Belanda, maka sejak saat itu Alex Kawilarang mengajak Rakyat dan TNI untuk bersatu melawan Belanda. “Sekarang kita semua mesti bersatu”, Teriak Alex Kawilarang. Serentak rakyat bangkit semangatnya berdiri berjuang bersama pemerintah dan tentara. Sejak saat itu, tentara bergerilya, berjuang bersama rakyat, rakyat membantu makanan dan informasi tentang musuh. Berkat bantuan rakyat dan jiwa juang tentara Sumatera Timur yang tinggi maka gerak laju pasukan belanda dapat dihambat, profesionalisme tentara Tapanuli dapat terukir sehingga Koloni Belanda dari Sibolga ke Porsea dapat dihadang di jalan maut yang menyebabkan komandan pasukan Belanda yang diduga “Jenderal Spoor” menjadi korban. Pemilihan Letkol AE Kawilarang ditugaskan ke Sumatera Timur dan Tapanuli untuk melakukan “Pembersihan” sesuai perintah Wakil Presiden yang merangkap Menteri Pertahanan sangat tepat karena terbukti dapat menyatukan kekuatan pasukan yang ada. Selama 8 bulan Komandan Brigade II berada di hutan bersama pasukan dari sektor-sektor I s/d IV untuk menghadang pasukan Belanda.

Atas keberhasilannya menyatukan perjuangan rakyat dan tentara Tapanuli Sumatera Timur, Tanggal 13 Desember 1949 Kolonel Alex Kawilarang diangkat sebagai Komandan Tentara dan Teritorium Sumatera Utara. Pada tanggal 27 Desember 1949 pukul 17.30 Komandan TTSU Kol. Alex Kawilarang menerima Kekuasaan Teritorial Sumatera Utara dari Jenderal Mayor P. Scholten (Panglima TT Sumatera Utara Belanda) dengan serah terima tersebut membuat Alex sibuk dengan Reorganisasi tentara. Tanggal 23 Januari 1950 rombongan presiden Sukarno yang akan ke India singgah di Medan. Dalam persinggahan tersebut Presiden mengumpulkan para Komandan TT Wilayah Sumatera dan Residen Tapanuli. Dalam pertemuan tersebut Presiden berpesan agar di Medan tidak terjadi “APRA” seperti di Bandung. Pesan Presiden masih dirasakan berat bagi Kol. Alex Kawilarang karena sejak peristiwa APRA di Bandung di Sumatera, timbul sikap curiga mencurigai, memerintahkan agar seksi I Mayor Lumban Tobing untuk mencari informasi, diperoleh berita enam perwira KNIL dan dua Inspektur Polisi yang menghasut sebagian anggota KNIL dan sebagian pasukan Batalyon dari negara Sumatera Timur. Atas informasi tersebut disampaikan kepada Scholten yang akhirnya dikirim ke luar dari Sumatera. Dengan keluarnya Perwira KNIL yang dicurigai sebagai penghasut KNIL maka peristiwa APRA dapat dihindarkan. Untuk menghadapi tugas, Alex Kawilarang membentuk pasukan khusus semacam Speciale Tropen Inggris dalam PD II. Satu kompi pasukan komando dibawah pimpinan seorang Kapten. Dengan tanda di lengan diberi tulisan KI Pas KO.


III. Penugasan di TT VII / Wirabuana
Pada April 1950 dapat terjadi peristiwa Andi Aziz yang menyerang Pasukan TNI menolak kehadiran Batalyon Worang, Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengeluarkan surat 142/MP/50 mengangkat Kolonel Alex Kawilarang sebagai panglima dari semua satuan darat, laut dan udara yang ditugaskan menjalankan operasi di Indonesia Timur. Kemudian diangkat juga sebagai komandan TT Indonesia Timur. Pada tanggal 13 April pukul 20.15 di Istana Presiden Sukarno melalui radio yang menyatakan bahwa Kapten Andi Azis sebagai pemberontak terhadap kekuasaan pemerintah RIS yang sah, tindakannya bertentangan dengan hukum negara dan tentara. Beliau mempercayakan kepada APRI (TNI) untuk meyelesaikan peristiwa tersebut. Sejak itu Kolonel Alex Kawilarang menjadi panglima dari satuan yang ditugaskan operasi antara lain Batalyon Worang, Brigade Garuda Mataram pimpinan Letkol. Suharto, juga pejuang Makassar. Dalam amanat yang diberikan kepada para Perwira. ditekankan kepada para komandan dan perwira staf agar menjaga disiplin lahir dan batin anggotanya. Saat itu Sulawesi Selatan berlaku pemerintahan militer sehingga panglima TT memegang kekusasaan tertinggi, namun Kol. Alex Kawilarang menegaskan kepada anak buah, agar tentara tidak terlalu mendalam ikut mencampuri pemerintahan sipil. Secepat mungkin pemerintahan sipil tetap berjalan dan bekerja sebagaimana mestinya. Dari hasil pendalaman terhadap peristiwa makassar diperoleh keterangan bahwa biang keladi peristiwa tersebut DR Soumokil Jaksa Agung NIS yang ingin mempertahankan negara federal Indonesia Timur berupaya membujuk eks KNIL dan Kapten Andi Azis untuk melakukan perebutan kekuasaan. Pasukan Andi Azis dapat dihadapi, Andi Azis dapat ditangkap, namun Dr Soumokil lari dengan menggunakan pesawat B25 Belanda ke Manado. Di Manado, mereka menghasut KNIL.untuk berontak, namun KNIL Manado mendirikan batalyon 3 Mei yang pro Republik. Dr Soumokil lari ke Ambon menghasut Eks KNIL Maluku untuk berontak akhirnya diproklamasikan Republik Indonesia Maluku Selatan (RMS) di Ambon. Kegigihan TNI bersama rakyat Sulawesi Selatan dan Ambon menyebabkan rencana eks. Pasukan KNIL gagal. Sebelumnya Belanda mengirim kapal perang Kortenaer untuk menyelamatkan serdadu-serdadu Belanda. Tugas berat yang harus dihadapi oleh Alex Kawilarang adalah saat berunding dengan Belanda dalam gencatan senjata. Kol. Alex berupaya agar Belanda menyerahkan kendaraan Lapis Baja, semua serdadu Belanda dan semua pasukan Belanda (KNIL dan KL) harus keluar dari Sulawesi Selatan. Semula Belanda masih mengharap kekuatan dari kapal perang Kortenaer, tetapi terjadi negosiasi maka Belanda tidak jadi menggunakan kekuatan Kortenaer. Setelah dua buah pesawat AURI memuntahkan meriam ke tempat perundingan cease fire maka Mayor Jenderal Scheffelaar menyetujui perundingan. Setelah perundingan semua senjata eks. Pasukan KNIL sebanyak kurang lebih 4000 pucuk diserahkan ke APRI termasuk senjata kendaraan lapis baja. Pasukan Belanda berangsur-angsur meninggalkan Makassar diangkut kapal “Kontenaer“. sejak itu Makassar tenang dan Pasukan Brigade Mataram kembali ke Yogya.
Pada saat Republik Maluku Selatan diproklamasikan oleh Manusama dengan dukungan DR Soumokil dan Kolonel Schotbolrgh, pihak RI berupaya untuk menghindari pertumpahan darah, sehingga diutus Dokter Leimena ke Putuhena, Pelaupessy dan Dokter Rehatta, untuk berunding karena pemerintah RI percaya bahwa sebagian besar masyarakat Maluku setia kepada Proklamasi 17 Agustus 1945. Misi perdamaian ditolak oleh R.M.S dan RMS mengumumkan bahwa mereka tidak gentar sekalipun 150.000 tentara TNI mendarat karena kegagalan perundingan tersebut. APRI menugaskan Kolonel Alex Kawilarang menghadapi RMS. RMS saat itu sangat kuat didukung oleh pasukan KNIL. Kemudian pasukan Baret Hijau TNI di Ambon sudah dinanti oleh RMS sehingga mengakibatkan gugurnya Letkol. Sudiarto terdesak diatas LCM sebelum mendarat. Operasi militer di Ambon mengakibatkan gugurnya Letkol Slamet Riyadi dalam penghadangan hari pertama. Operasi militer menghadapi RMS merupakan operasi pendaratan laut terbesar yang pernah dilakukan oleh TNI. Menurunkan lebih dari 15.000 pasukan. Musuh yang dihadapi sangat militan dan kebanyakan penembak jitu. Ilmu yang dipakai oleh pasukan RMS juga dipelajari oleh Kol. Alex Kawilarang “ Beter Meer Zweet dan Bloed” lebih baik keluar keringat lebih banyak daripada keluar darah. Atas kepemimpinan Kol. Alex Kawilarang kota Ambon dapat direbut dan masyarakat dapat dibina untuk mendukung TNI. Sehingga Dr. Soumokil dan sisa-sisa pasukan RMS lari ke Seram.

IV. Penugasan di TT III / Siliwangi

Pada November 1951, Kol. Alex kawilarang mendapat tugas baru sebagai Panglima T & T III Siliwangi yang kelima setelah Kol. Sadikin. Tugas utama T & T III Siliwangi saat itu menghadapi gerombolan DI/TII pimpinan Kartosuwiryo yang sudah mampu membina rakyat untuk mendukung kegiatannya. Langkah pertama yang dilakukan oleh Panglima TT III Kolonel Alex Kawilarang mengajarkan cara anti gerilya secara terperinci diajarkan cara melawan gerombolan yang punya senjata yang sama baiknya atau sama kualitasnya dan masih punya hubungan dengan rakyat. Dipopulerkan motto : “lebih baik keluar banyak keringat daripada darah”. Diajarkan cara pendadakan dan penodongan.
Gangguan yang ditimbulkan DI / TII sangat merugikan TNI oleh sebab itu untuk melawan gerakan mobil perlu dibentuk Kesatuan unit yang telah ditentukan dan dapat bertempur secara kesatuan kecil. Untuk merealisasikan keinginan tersebut dibentuk Kesatuan Komando / Kesko TT III Siliwangi oleh Mayor Suwarto dan pendidikan diserahkan kepada Moh. Ijon Janbi sebagai Komandan pendidikan bersama Lettu. A. Marzuki Sulaiman. Pada awal pendidikan dilatih 15 orang bintara selama 22 Bulan di Cimahi kemudian pindah ke Batujajar. Pada tahun 1953, Kesko TT III / Siliwangi diserahkan kepada Infanteri angkatan darat menjadi (KKAD) kemudian berubah menjadi RPKAD, Kopassandha dan saat ini menjadi Kopassus.

Demikian sekilas perjuangan dan pengabdian seorang Kol. Alex Kawilarang yang pernah menjadi Panglima pada tiga Teritorium TT I / Bukit barisan , Panglima TT VII / Wirabuana, Panglima TT III Siliwangi serta pendiri Kesatuan Komando yang saat ini menjadi Kopassus TNI AD. Teman seperjuangan beliau adalah Jenderal Besar Dr. A.H. Nasution, Letjen TNI TB Simatupang, Letjen TNI Kartakusuma, Letjen TNI Askari, Letjen TNI Sasra Prawira; dan anak buah beliau antara lain Jenderal TNI M Panggabean, Jenderal TNI M. Yusuf serta Letjen TNI Yogie S Memed.
Karena semangat cinta tanah air dan sebagai pejuang yang sejati maka otobiografinya diberi judul untuk sang merah
putih.

Jakarta, Mei 2010

Komentar

  1. tugas saya sekarang adalah menjelaskan ttg ini hehehe :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berita Duka Cita Berpulangnya St. H.A. Simatupang Mantan Komandan Sektor II Subter VII /Tapanuli Selatan.